Resume ke-15
Gelombang 20
Narasumber : Susanto, S.Pd
Moderator : Maesaroh, M.Pd
Penulis : Saiful Basroni, S.Pd
Tema : Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan
“Menulislah dengan bebas dan secepat mungkin, dan tuangkan semuanya ke atas kertas. Jangan melakukan koreksi atau menulis ulang sebelum semuanya habis Anda tuliskan.” [John Steinbeck]
Kelas belajar menulis PGRI telah memasuki pertemuan ke-15. Artinya
para peserta pelatihan sudah menempuh setengah dari perjalanan. Pada pertemuan
malam itu kita dibersamai Sang Blogger Millenial sebagai moderator yaitu Ibu
Maesaroh, M.Pd. Beliau telah lama tidak menampakkan jejaknya di dunia maya
karena mengurus orang tuanya yang lagi sakit. Semoga orang tua beliau segera
diberikan kesembuhan. Aamiin.
Moderator mengatakan, tindakan kreatif dalam menulis adalah
menumpahkan ide-ide baru dalam menciptakan makna tulisan yang mudah dimengerti
pembaca. Terkadang, sebuah tulisan akan menimbulkan kekeliruan makna apabila
tidak ditulis dengan teliti dan cermat.
Maka dari itu, sebelum mempublikasikan tulisan, ada hal yang harus di
perhatikan yaitu melakukan Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan.
Narasumber kita pada pertemuan tersebut adalah guru hebat bernama Susanto, S.Pd atau akrab disapa
dengan sebutan Pak D Susanto. Beliau akan memandu kita bagaimana tulisan bisa
terpublikasi dengan baik tanpa ada kesalahan dalam menulis atau dikenal dengan
istilah "Typo", kesalahan ejaan atau pun tanda baca. Beliau merupakan
seorang Guru Kelas SDN Mardiharjo, Kab. Musi Rawas, Prov. Sumatera Selatan,
yang dilahirkan di Gombong Kebumen, 29 Juni 1971.
”Seorang sarjana S1 PGSD ini sangat mahir dalam editing sehingga
kemahiran itu mengantarkan beliau menjadi seorang editor pada komunitas
pelatihan menulis asuhan Om Jay”, terang moderator.
Moderator: Kuliah malam ini, dibagi menjadi 4 segmen:
1. Pembukaan
2. Penjabaran materi (19.00-20.00 WIB)
3. Sesi Tanya Jawab (20.00-21.00WIB)
4. Penutup (21.00-selesai)
Moderator melanjutkan dengan memperkenalkan sang Narasumber Andal di malam ini melalui CV beliau.
Narasumber mengatakan bahwa dirinya, bukan "proofreader
profesional atau editor profesional". Namun, beberapa teman di grup
menulis, memberi kesempatan untuk membaca naskah-naskah mereka lalu meminta
saya untuk mengedit tulisannya.
Beberapa buku karya teman yang narasumber ikut di dalamnya sebagai
editor di antaranya:
2. Patidusa Pujangga Wiyata, Antologi Puisi Nusantara Bergema (Aam
Nurhanasa, dkk), Januari 2021.
3. Bait-bait Kerinduan, Antologi Puisi Ungkapan Rasa Rindu
(Rofiana, S.Pd., dkk), Maret 2021, Januari 2021.
4. Haru Biru Perjalananku, Catatan Perjalanan Tugas Kepala Sekolah
Daerah Terpencil dan Satu Atap (“Ambu” Tini Sumartini), Maret 2021.
5. Merajut Goresan Tinta Berbuah Karya (Herni Sunarya Banah,
S.Pd.), Maret 2021.
6. Purwakarya Literasi, antologi peserta Gel 18 (2021)
7. Membongkar Rahasia Menulis ala Guru Blogger (Bersama Bu Noralia
Puspa Yunita dkk), Juli 2021.
Narasumber menjelaskan, Proofreading atau kadang disebut dengan
uji-baca adalah membaca ulang sebuah tulisan, tujuannya adalah untuk memeriksa
apakah terdapat kesalahan dalam teks tersebut.
Karena intinya, Proofreading adalah aktivitas memeriksa kesalahan
dalam teks dengan cermat sebelum dipublikasikan atau dibagikan.
Oleh karena itu, kegiatan ini sesungguhnya adalah kegiatan akhir
setelah tulisan diselesaikan.
Hal ini sangat sesuai dengan nasihat para pakar menulis, yakni:
"Tulis saja, jangan pedulikan teknis. Salah tidak apa-apa mumpung ide
masih mengalir. Jika sudah selesai, barulah kita lakukan editing."
Yang sering terjadi ketika "sedang" menulis, muncul
keinginan agar tulisan ini harus sempurna. Sehingga, muncul kekhawatiran: nanti
tulisan jelek, tdak layak baca, banyak kesalahan ejaan, kalimatnya tidak pas,
dan sebagainya. Akhirnya terjebak untuk segera memperbaiki.
Hal lain (biasanya seorang blogger) ingin segera menerbitkan
tulisan. Begitu selesai menulis, mungkin karena mengejar target atau ingin
segera mempublikasikan, langsung klik tombol kirim.
Apa yang terjadi?
“Yang pertama, alih alih tulisan menjadi lebih baik, malah tulisan
"tidak jadi-jadi".
“Kedua, maksud hati membuat tulisan yang menarik, akibat kekurang cermatan
dalam pengetikan tulisan di blog, tulisan menjadi berkurang nilai
kemenarikannya. Sayang, ya?
Oleh karena itu, proofreading sangat penting. Ketimbang kita
"menyewa" proofreader, lebih baik kita lakukan sendiri.
Dalam proofreading, yang dimaksud adalah memeriksa kesalahan penggunaan
tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga
pemenggalan kata.
Apa perbedaanya antara Editing dan Proofreading?
Editing lebih fokus pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading
selain aspek kebahasaan, juga harus memperhatikan isi atau substansi dari
sebuah tulisan.
Jadi, proofreading tidak sekadar menyoroti kesalahan tanda baca
atau ejaan, tetapi juga logika dari sebuah tulisan, apakah sudah masuk di akal
atau belum.
Ada juga yang berpendapat:
Pengeditan merupakan proses yang melibatkan perubahan besar pada
konten, struktur, dan bahasa, sedangkan proofreading hanya berfokus pada
kesalahan kecil dan inkonsistensi.
Tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda
baca. Seorang proofreader juga harus memastikan bahwa tulisan yang sedang ia
uji-baca bisa diterima logika dan dipahami pembacanya.
Jadi, ia harus dapat mengenali apakah sebuah kalimat efektif, strukturnya
sudah tepat atau belum, hingga memastikan agar substansi tulisan dapat dipahami
dengan mudah oleh pembaca.
Anda yang jago bahasa asing, jika mendapatkan tugas untuk
menguji-baca sebuah teks terjemahan. Output yang dihasilkannya adalah sebuah
teks yang mudah dipahami meski bagi orang yang tidak mengetahui bahasa asal
teks terjemahan tersebut.
Jadi, apa kesimpulannya?
Tugas seorang proofreader adalah untuk membuat teks mudah dipahami
pembaca dan tidak kehilangan substansi awalnya.
Narasumber melanjutnya dengan berbagi cerita pengalaman ketika
menjadi proofreader dan mengedit naskah antologi teman-teman.
“Ada tulisan yang sudah bagus, uraian sesuai tema, struktur
bahasanya bagus, kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang, tetapi terjadi
kesalahan dalam meletakkan tanda koma atau tanda baca lainnya.
“Ada juga tulisan yang masih "kacau" dari segi struktur,
misalnya karena kalimatnya berupa kalimat majemuk yang terdiri dari banyak
sekali kalimat tunggal, maka proofreader harus bisa memangkasnya dan
menjadikannya kalimat yang mudah dipahami. Tentu substansi dan maksud penulis
tidak berubah.
Sebagai penulis kita juga bertindak sebagai proofreader, sebelum
tulisan dipublikasikan di blog atau naskah buku dikirimkan ke penerbit.
“Jika kita diminta menjadi proofreader tulisan orang lain,
proofreader bersifat netral. Seorang proofreader akan menilai karya secara
objektif.”
Bagaimana langkah menjadi Proofreader?
Ia akan bertindak sebagai seorang “pembaca” dan menilai apakah
karya penulis sudah bisa dimengerti atau justru berbelit-belit. Harapannya,
setelah melewati tahapan proofreading, karya sang penulis bisa lebih mudah
dipahami pembaca.
Bukankah kita menulis agar orang memahami ide yang dituangkan?
Bagaimana melakukan Proofreading?
Nara sumber mengatakan “Selaras dengan pesan Mazmo.”
1. Cek ejaan. Ejaan ini
merujuk ke KBBI, tetapi ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit
2. Pemenggalan kata-kata
yang merujuk ke KBBI
3. Konsistensi nama dan
ketentuan
4. Perhatikan judul bab dan
penomorannya
Jadi jelas, ya! Penulis yang melakukan proofreading sesungguhnya
sedang bertindak sebagai seorang “pembaca” dan menilai apakah karya tulisnya
sudah bisa dimengerti dengan mudah.
Jika Anda seorang blogger. Menghindari kesalahan kecil yang tidak
perlu misalnya typo atau kesalahan penulisan kata dan penyingkatan kata.
Meskipun blog itu milik pribadi dan bebas, pembaca Anda juga harus
diperhatikan. Tidak ada kesalahan penulisan (typo) akan membuat pembaca nyaman.
Kesalahan kecil lainnya misalnya, memberi spasi (jarak) kata dan
tanda koma, tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Tanda-tanda baca
tersebut tidak boleh diketik terpisah dari kata yang mengikutinya.
Cara mudah untuk memeriksa tulisan.
1.
Baik
di Ms. Word maupun di blog saya biasanya melakukan pencarian dengan menekan
tombol CTRL bersamaan dengan tombol huruf F (CTRL+F).
2.
Lalu,
ketikkan misalnya tanda "," (tanda koma)
3.
Maka
muncul highlight teks dengan warna kuning.
4.
Setelah
itu kita periksa apakah ada kesalahan atau ada spasi antara kata dengan tanda
koma.
Hal yang sama lakukan pada tanda baca lainnya. Jika hal ini kita lakukan
maka pos blog menjadi bersih dari kesalahan pengetikan.
Kesalahan kecil lainnya yang biasa dilakukan adalah penulisan di-
sebagai awalan dan di sebagai kata depan.
“Saya pribadi selalu “terganggu” jika "kesalahan kecil"
ini ada dalam tulisan.
Oleh karena itu perlu sedikit keterampilan untuk membedakan
keduanya.
Narasumber menjelaskan, jika kata yang mengikuti di adalah verba
atau kata kerja maka di ditulis serangkai dan kata itu ada bentuk aktifnya
yaitu jika diberi imbuhan me-.
Aturan ejaan lainnya yang ada dalam PUEBI wajib kita pahami.
Meskipun blog tidak mensyaratkan bahasa yang baku, tetapi minimal wajib tahu
dan menerapkan aturan-aturan yang dicontohkan. Kita cinta Bahasa Indonesia,
‘kan?
Sebelum dipublikasikan, kita lihat di pratinjau (preview) lalu jika
ada kesalahan, pada draf kita tekan tombol CTRL+F lalu melakukan proses perbaikan tulisan
seperti pada video:
Teks asli
Membuat cerita fiksi memang sedikit berbeda dengan cerita non
fiksi. Tetapi cerita non fiksi dapat disampaikan dengan gaya cerita fiksi agar
lebih menarik. Tentu sepanjang tidak bertentangan dengan aturan penulisan karya
non fiksi yang telah ditentukan, seperti makalah ilmiah, laporan penelitian,
dan sejenisnya.
Teks Perbaikan
Membuat cerita fiksi memang sedikit berbeda dengan cerita nonfiksi.
Tetapi, cerita nonfiksi dapat disampaikan dengan gaya cerita fiksi agar lebih
menarik. Tentu sepanjang tidak bertentangan dengan aturan penulisan karya
nonfiksi yang telah ditentukan, seperti makalah ilmiah, laporan penelitian, dan
sejenisnya.
Dalam KBBI:
non (adv) tidak; bukan: nonaktif; nonberas
Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi,
melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara). Misalnya: Saya
ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup. Ini bukan milik saya,
melainkan milik ayah saya.
Jadi, jika melakukan proofreading kita menggunakan Alat Bantu,
yaitu:
1. PUEBI daring;
2. KBBI daring.
Rangkuman tanya jawab :
“Mengedit jangan segera begitu selesai. Endapkan dulu, beberapa
saat.
Cara edit yang efektif, pahami aturan dasar:
1.
Struktur,
minimal ada S-P
2.
Aturan
Huruf kapital
3.
Aturan
tanda baca
4.
Aturan
pemenggalan kata
5.
Dsb.
“Pada penerbit
ada petugas, dan kata Pak Joko Penerbit ANDI, kalau tidak salah, unsur ejaan
porsinya hanya 10% pada penilaian naskah.
Tetapi, jika tidak dilakukan proofreading, siapa tahu banyak
kesalahan yang menyebabkan editor penerbitan malah memberi skor kecil bagi
tulisan kita.
Jika tidak mampu melakukan proofreading sendiri, bisa meminta
tolong jasa proofreader profesional.
“Kendala tanda baca / punctuation sepertinya tidak ada karena saya
pakai alat CTRL+F dan PUEBI. Yang terbesar adalah struktur kalimat.
Untuk ini lakukan komunikasi dengan penulis. Apakah akan merubah
kekhasan penulis jika kita merestruktur kalimat.?
Kadang ada penulis yang sengaja menempatkan tanda baca atau kata yg
"nyeleneh" Secara struktur bahasa >> Jika itu kalimat majemuk
yang panjang, kita penggal menjadi beberapa kalimat tunggal, tidak akan
mengubah ide pokok.
Tentang kekhasan, jika kekhasan itu "menerjang" kaidah,
ya harus diluruskan.
Apakah untuk pengeditan kata juga bisa menggunakan kontrol F.
Seperti yang dicontohkan Bapak pada penulisan tanda baca.
Jika yg dimaksud adalah pengeditan kata atau kalimat, misalnya
ketika kita baca kok janggal atau keliru, Kata itu kita kopi, kembali ke draf
lalu kita cari pada kolom yg tersedia setelah mengetik CTRL+F, pasti ketemu
tuh.
Untuk naskah Word, ya langsung saja kita baca lalu ketemu kata yang
salah ketik, betulkan.
Tulisan yang bagus adalah yang tulisannya mengikuti aturan sesuai
dengan PUEBI.
Dalam satu paragraf harus terdiri dari satu ide pokok seperti
pelajaran kelas 6 tema 1 subtema 1.
“Jika satu kalimat sudah mewakili ide pokok yang hendak
disampaikan, mengapa tidak?”
Itulah saya teringat lagu Bung RHOMA, kuman di seberang lautan
tampak, Gajah di pelupuk mata tidak tampak. Juga teringat ketika teman-teman
nonton bola di tribun atau di televisi.
“Bapak sebagai penulis adalah pemain bola yang menggiring bola ke
gawang kadang tidak tahu di depan ada pemain yang hendak menjegal. Kami
penonton di kejauhan tahu benar ke mana bola harus ditendang.
Demikian juga dengan menulis, jadi kita perlu orang lain untuk ikut
membaca.
Pahami struktur kalimat, pahami PUEBI, buka KBBI jika ragu dengan
kata-kata tertentu.
Mempelajari PUEBI yang tebal, kadang membosankan,
“maka saya buat flyer untuk memudahkan belajar dan mengingat
Misalnya seperti ini:
Dan ... seterusnya hingga tiga puluhan lebih.
Closing statement dari narasumber:
Kita tidak mungkin menguasai segalanya, hanya orang-orang tertentu
yang ditakdirkan memiliki kompetensi: penulis, proofreader, editor,
sekaligus.
“Berbahagialah Anda yang memiliki talenta ketiganya”.
Namun setidaknya sebagai penulis memiliki keterampilan minimal
sebaga penyunting tulisan sendiri, agar calon pembaca kita memahami apa yang
kita maksudkan dalam tulisan.
Narasumber juga berpesan kepada peserta “kalimatmu jangan
panjang-panjang, usahakan maksimal 20 kata saja”.
https://blogsusanto.com/kalimatmu-kepanjangan/
“Penulis yang baik, karena ia menjadi pembaca yang baik”. [Hernowo]
Terima kasih resumenya Pak Roni. Masih sangat muda sudah berani menulis itu, hebat.
BalasHapusTerima kasih pak D.
HapusIlmunya sangat bermanfaat.
Lengkap dan rapi..keren Pak.
BalasHapusMakasih bu
Hapus